Spider Lily: Bunga Cantik yang Disebut dalam Anime Demon Slayer

Dibintangi Christine Hakim, film besutan Eros Djarot ini bukan sekadar biopik pahlawan nasional, tapi mahakarya sinematik yang menyentuh jiwa. Adegan-adegan sunyi dengan latar belakang rumput ilalang Aceh seolah menyimpan seribu makna. Kini, di tengah banjir film heroik penuh CGI, akting minimalis Christine Hakim justru lebih bergetar.
Deddy Mizwar membawakan karakter Nagabonar dengan sempurna: lucu, emosional, sekaligus tragis. Film tentang penipu yang "kecantol" jadi pahlawan ini adalah satire cerdas tentang identitas dan nasionalisme. Adegan monolognya di kuburan istri tetap relevan hingga kini—tanya saja pada generasi muda yang baru menontonnya di platform digital.
Dari BMW seri 3 warna merah sampai jaket bomber, film ini adalah kapsul waktu masyarakat urban akhir 80-an. Tapi di balik gaya "anak gedongan", hubungan Boy (Lucky Hakim) dengan sang ayah (Rano Karno) menyimpan pelajaran tentang kedewasaan yang tetap aktual.
Diadaptasi dari novel legendaris Marga T, film dengan soundtrack immortal dari Chrisye ini membuktikan bahwa chemistry asmara tak butuh adegan mesra. Adegan Siska (Christine Hakim) menari dengan payung di tengah hujan masih lebih romantis daripada ribuan film cinta modern.
Sebelum jadi sinetron fenomenal, Si Doel adalah film yang mengabadikan Betawi sebelum tergusur mall dan apartemen. Wajah Jakarta dengan kali-kali jernih dan rumah panggung di tengah kota adalah museum hidup yang kini hanya bisa kita kunjungi melalui seluloid.
Apapun pandangan politik kita, film propaganda Orde Baru ini adalah artefak sejarah yang menarik. Dari teknik penyutradaraan Arifin C. Noer sampai adegan penyiksaan yang dulu membuat penonton trauma, karyanya mengundang pertanyaan: bagaimana sinema digunakan sebagai alat kekuasaan?
Dalam era ketika film diukur dari jumlah penonton hari pertama atau trending topic, karya-karya lama ini mengingatkan kita bahwa:
Mungkin generasi sekarang akan tertawa melihat efek kamera jadul atau musik synthesizer tahun 80-an. Tapi seperti kata Pramoedya, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." Film-film klasik adalah "tulisan" yang menyelamatkan memori kolektif kita dari amnesia budaya.
Jadi, film era dulu mana yang membuatmu ingin kembali ke masa kecil, duduk di depan TV tabung dengan semangkuk kerupuk?
Komentar
Posting Komentar